Borobudur, kabarMagelang.com__Pengadilan Negeri Mungkid mengeksekusi sebuah rumah yang difungsikan sebagai homestay di Dusun Kurahan, Borobudur, Senin (3/6/2024). Rumah Homestay Tiga Putera itu asebelumnya diketahui ada sengketa kepemilikan. Setelah perkara dibawa ke pengadilan akhirnya dimenangkan oleh penggugat. Sehingga, rumah itu harus dikosongkan sesuai putusan pengadilan.
Proses eksekusi tersebut berjalan cukup lama, mulai pukul 08.00-12.00. Pasalnya pemilik rumah beserta anaknya terus melakukan perlawanan. Mereka berteriak histeris berusaha mempertahankan rumahnya, sehingga sempat membuat geger warga setempat. Beruntung puluhan polisi dikerahkan untuk menjaga keamanan, selama proses eksekusi.
Eksekusi ini dilakukan berdasarkan keputusan Pengadilan Negeri Mungkid Nomor 6 Tahun 2020 yang dilanjutkan oleh putusan Pengadilan Tinggi Nomor 390 Tahun 2020. Yang mana Pengadilan Negeri Mungkid mengabulkan gugatan penggugat konvensi untuk sebagian.
Untuk diketahui, penggugat atas nama Darmini. Sementara tergugat merupakan satu keluarga pemilik homestay Tiga Putera bernama Sobra Muhammad Guntur, Sri Wahyuni, serta ketiga anaknya. Antara lain Anjas Adi Saputra, Andri Dwi Prasetyo, dan Alfan Febri Setiawan.
Panitera Pengadilan Negeri Mungkid Victorman T Mendrofa mengatakan, pelaksanaan eksekusi itu berdasarkan putusan tertanggal 9 Juli 2020.
"Dalam putusan itu, mengabulkan gugatan penggugat dan menyatakan secara hukum penggugat adalah pemilik sah bangunan," tegasnya usai eksekusi, Senin (3/6/2024).
Dia menyebutkan, eksekusi itu dilakukan pada rumah yang berdiri di atas sebidang tanah seluas kurang lebih 342 meter persegi di Dusun Kurahan RT 02/RW 03, Borobudur. Adapun barang-barang seperti televisi, kulkas, sofa, sepeda motor, hingga mobil dikeluarkan dari rumah sehingga rumah tersebut benar-benar kosong.
Sebelum dilakukan eksekusi, tergugat telah menempuh upaya hukum berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Mungkid tersebut. Yang amarnya menerima permohonan banding dari pembanding semula tergugat.
“Termohon atau kuasanya sudah melakukan perlawanan dengan mengajukan gugatan perlawanan atau bantahan. Hanya saja, berdasarkan putusan, pengadilan menolak permohonan tersebut dan menolak eksepsi,” jelas Victorman.
Setelah diputuskan bahwa bantahannya tidak benar, lanjut dia, Pengadilan Negeri Mungkid menindaklanjutinya dengan melaksanakan eksekusi.
"Eksekusi sempat terhenti karena mereka (para tergugat) melakukan upaya hukum banding dan kami tunggu sampai saat ini upaya hukum kasasi," terangnya.
Namun, Ketua Pengadilan Negeri Mungkid menilai upaya hukum tersebut sudah cukup. Apalagi dikuatkan dengan pengajuan perlawanan atau bantahan.
“Sebetulnya, upaya eksekusi ini merupakan kali kedua. Pertama dilakukan pada 14 Mei 2024, tapi dari pihak pemohon kurang mempersiapkan tenaga angkut barang. Termasuk akomodasi barang belum siap. Kemudian, upaya eksekusi dilanjutkan pada hari ini (Senin 3/6/2024).
Dari amar putusan, pengadilan diminta untuk melakukan pengosongan dan menyerahkan objek eksekusi kepada penggugat dalam keadaan kosong.
"Objek yang ada di Kurahan kita kosongkan. Sedangkan barang-barangnya dibawa ke Kalangan, Ngadiharjo," sebutnya.
Victorman menambahkan, sebelum diadakan eksekusi, pengadilan memberitahukan kepada penggugat agar menyediakan tempat untuk menampung barang-barang di rumah Sri Wahyuni.
“Lantas, penggugat atau pemohon eksekusi menyediakan tempat berupa rumah di Dusun Kalangan, Ngadiharjo, Borobudur ini selama tiga bulan,” tambahnya.
Terkait adanya perlawanan dari pihak tergugat, Victorman meniali hal yang wajar karena pihak tergugat merasa masih berusaha menyatakan bahwa pihaknya benar.
"Tapi, kami melaksanakan eksekusi ini berdasarkan keputusan ketua Pengadilan Negeri Mungkid," pungkas Victorman.(haq).
Tidak ada komentar: