BOROBUDUR, kabarMagelang.com__Permasalahan tanah kas Desa Borobudur kembali mencuat. Pemerintah Desa Borobudur menduga ada Maladministrasi yang dilakukan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Magelang berkaitan dengan tanah yang ada di kawasan Candi Borobudur. BPN dinilai menerbitkan sertiikat tanpa melalui prosedur dan aturan yang berlaku.
“Tanah Candi
itu tanah kas desa yang dimiliki Desa Borobudur sesuai keyakinan kami sesuai
bukti yang kami miliki itu,” ujar Sekretaris Desa Borobudur Ichsanusi, di
Kantor Balai Desa Borobudur, Selasa (10/5/2022).
Dia
mengungkapkan sebelumnya sudah melakukan mediasi dan musyawarah beberapa kali. Pihak Pemdes Borobudur dan Balai Konservasi
Borobudur (BKB) sudah tiga kali berupaya musyawarah dan pernah di mediasi oleh
Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Magelang.
“Kami sudah
melakukan mediasi, musyawarah yang berkali-kali. Kami selaku pemilik dari tanah
itu ada disitu dikelola atau dikuasi Balai Konservasi Borobudur yang mana
payungnya dia Kemendikbud,” katanya.
Kemudian yang
terakhir mediasi dinyatakan status quo oleh BPN karena adanya pandemi Covid-19.
Namun dalam perjalanan tiba-tiba pihak konervasi atau Kemendikbud melakukan
permohonan sertifikat ke BPN.
“Setelah Desa
Borobudur diberitahu ada permohonan sepihak dari BKB akhirnya kami juga
melakukan mediasi pihak terkait tapi kami diberitahu sertifikat sudah jadi,”
ungkap Ichsanusi.
Oleh sebab itu
pihaknya menilai BPN telah melakukan maladminstrasi, pasalnya apa yang
dilakukan tidak sesuai aturan yang berlaku tentang pengurusan tanah-tanah milik
negara.
“Tanah milik
negara yang kami tahu itu dilakukan memang bisa disetifikat hak pakai atas guna
negara. Tapi yang kami tahu yang dikauasi negara itu tanahnya biasanya dia
membeli atau tukar guling, hibah atau menang secara hukum di pengadilan. Tapi
disini belum masuk ranah pengadilan tapi tiba-tiba sertifikat sudah jadi,”
ujarnya.
Sengketa ini
sebenarnya sudah muncul sejak tahun 2014. Sejarahnya sewaktu candi dipugar dan membutuhkan
tempat untuk meletakan batu-batu. Tanah yang digunakan untuk meletakkan batu
itu diakui tanah kas Desa Borobudur, dengan luas 7 hektar.
“Disitu banyak
kas desa. Di sekitaran candi banyak. Ada makam itu kas desa. Kalau dimakam dulu
itu dibeli. Ada bukti jual belinya. Lucunya di makam itu dilakukan tukar guling
pembelian yang di areal candi tidak dilakukan pembelian, tiba-tiba disertifikat,”
paparnya.
Pihaknya
mengakui bahwa tanah tersebut nmasih berupa letter C, dan masih ada pelaku
sejarah yang masih hidup bisa memberi kesaksian.
“Ada peta blok
yang kami miliki. Bukti kami hanya itu. BKB itu kalau dikejar bukti apa yang
dimiliki? Jual beli tidak, warisan tidak, tukar guling tidak. Buktinya apa?
Informasinya buktinya sudah dicatat sebagai barang milik negara,”.
“Setahu kami
mencatat barang milik negera itu tidak boleh serampangan. Jadi harus ada
prosesnya. Jual beli, hibah atau apa gitu baru dicatatkan,” pungkas Ichsanusi.
Kasus ini juga sudah di laporkan
ke Perwakilan Ombudsman RI Jawa Tengah, pada
Bulan April sebelum Lebaran Tahun ini.
“Ya
kami menerima otomatis kami verifikasi secara formil, apakah pelapornya
memenuhi syarat, apakah sudah lengkap,” kata Kepala Perwakilan Ombudsman RI Jawa Tengah, Siti Farida saat
dikonfirmasi melalui Telephon seluler.
Dia
menjelaskan saat itu memang ada yang belum sesuai karena laporan ke kami masih
atas nama pemerintah desa, bukan atas nama warga masyarakat.
“Sudah
kami terima substansi laporannya, kami juga mengharapkan pelapor dalam hal ini
memperbaiki administrasinya. Karena kalau masih menggunakan pemerintah desa itu
kan tidak boleh,” ungkap Siti Farida.
Dia
mnegaskan bahwa sengketa antar pemerintahan bukan kewenangan Ombudsman. Yang
menjadi kewenanganya, jika yang melapor adalah masyarakat, kelompok masyarakat,
warga negara atau bada hukum.
“Tapi
kalau atas nama pemerintahan, termasuk pemerintah desa memang tidak masuk legal
standing. Kami menyarankan agar segera melengkapi persyaratan itu. Ini masih
kami tunggu kelengkapan itu, sambil kita dorong ada penyelesaian di instansi
yang bersangkutan. Kebetulan kami ada pertemuan forkumpimda di Magelang, kami
sudah sampaikan ini ada permasalah warga di Borobudur,” ujarnya.
Ada
juga hal yang perlu jadi catatan karena yang dilaporkan secara teknis adalah
Kementrian (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan) dan itu menjadi kewenangan
Ombudsman di Jakarta.
“Ini
tetap kita terima tapi akan kami truskan ke pusat. Yang paling utama kami
berharap ada penyelesaian musyawarah mufakat. Ini yang sangat penting. Kalau
masih ada solusi yang bisa dilakukan kenapa bukan itu kan kita upayakan,”
jelasnya.
Pihaknya
juga berkomitmen untuk mendorong pemerintah daerah Kabupaten Magelang melakukan
fasilitasi karena ini warga mereka, warga Borobudur.
“Kita
secara resmi mendorong agar ada musyawarah mufakat. Serta dilihat masing-masing
kewenangannya seperti apa dan juga hak-hak yang absah diakui oleh negara dan
perundang-undangan. Jangan ada pihak yang dirugikan. Sambil kita menunggu
persayaratan sesuai. Karena kalau tidak sesuai kita juga tidak bisa menangani
secara resmi,” papar Siti Farida.(Kbm2).
Tidak ada komentar: