Koordinator kegiatan Tri Setyo Nugroho mengatakan, tradisi ini juga disebut sebagai Padusan yang mengandung makna membersihkan diri sebelum menjalani ibadah puasa Ramadhan.
Rangkaian Bajong Banyu atau perang air diawali dengan pentas beberapa kesenian daerah. Diantaranya Kuda Lumping, Topeng Ireng, serta Tari Wanoro yang merupakan kesenian khas Dusun Dawung.
Usai pentas, posesi Bajong Banyu diawali dengan pengambilan air oleh tokoh masyarakat dan perangkat desa setempat di Sendang Kedawung. Disertai kirab dan Tari Pawitra sebagai upaya penyucian diri. Air dari sendang tersebut dibawa dengan sejumlah kendi menuju lokasi prosesi Bajong Banyu.
Kemudian, air tersebut dituang ke dalam gentong yang selanjutnya digunakan untuk membasuh wajah satu persatu warga oleh sesepuh dusun. Usai basuh wajah, warga saling melempar air yang sudah disiapkan di dalam kantong plastik.
Dia menjelaskan, ketika warga saling melempar air, mereka tidak akan marah. Justru senang dan akan membalas melemparnya.
"Secara filosofis, Bajong Banyu dapat meningkatkan interaksi sosial, ikhlas, saling rukun, dan asah asih asuh," jelasnya, Minggu (27/3/2022).
Tradisi ini juga sebagai media pengingat bagi warga agar tetap melestarikan sumber mata air tersebut.
Bajong Banyu ini, sebenarnya sudah ada sejak 10 tahun yang lalu. Namun, dua tahun tidak dilaksanakan akibat pandemi, guna mengantisipasi wabah Corona.
"Padusan ini sudah lama ada, tetapi kami mengemasnya dengan Bajong Banyu," ujarnya.
Sementara Kepala Dusun Dawung, Wisik mengatakan, dengan dilaksanakannya tradisi Bajong Banyu, diharapkan memperlancar warga dalam menjalankan ibadah puasa.
"Mudah-mudahan tahun-tahun berikutnya, Bajong Banyu digelar lebih meriah lagi," tandasnya. (Kbm2).
Tidak ada komentar: