KOTA, kabarMagelang.com__Sebanyak 22 Keluarga Penerima
Manfaat (KPM) di Kota Magelang memilih untuk mengundurkan diri dari Program
Keluarga Harapan (PKH). PKH merupakan program pemberian bantuan sosial
bersyarat kepada Keluarga Miskin (KM) dari Kementerian Sosial.
Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Kota
Magelang, Hardi Siswantono, menerangkan setiap tahun jumlah KPM yang mundur
mengalami peningkatan dengan rincian tahun 2016 ada 2 KPM, 2017 ada 4 KPM, 2018
ada 5 orang dan 2019 ada 11 KPM.
"Sejak tahun 2016-2019 tercatat
ada 22 KPM yang mundur karena mampu dan mandiri. Di Kota Magelang PKH
diluncurkan tahun 2015," jelas Hardi, ditemui di kantornya, Selasa (14/5).
Untuk tahun ini, tujuh KPM masuk
kategori graduasi mandiri yang merupakan indikator keberhasilan KPM peserta
PKH. Setidaknya ada dua hal penting agar KPM bisa graduasi mandiri, yakni
mempunyai kemampuan secara ekonomi untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan
mempunyai kesadaran perubahan sikap untuk mandiri tidak menerima lagi bantuan
PKH.
Adapun tujuh KPM yang dimaksud antara
lain Y. Yuni Wahyuni (43) warga Jambon Wot, Kelurahan Cacaban; Sri Wahyuni (37)
warga Malanggaten, Kelurahan Rejowinangun Utara dan Siti Nurhidayati warga
Jalan Sunan Ampel, Kelurahan Jurangombo Seatan.
Kemudian Ipung Wiryanti (42) warga
Wates Beningan, Keluarahan Wates; Warsinem warga Jambesari, Kelurahan Wates;
Putri Setya Ningsih warga Bogeman Wetan, Kelurahan Panjang dan Daryati warga
Gang Puspo, Kelurahan Kemirirejo.
"Mereka ini menjadi contoh,
motivasi, bagi KPM lain yang sudah mampu dan mandiri supaya bisa mundur.
Memberi kesempatan keluarga miskin lain yang lebih membutuhkan," tuturnya.
Hardi berujar, Pemerintah Kota
Magelang mendorong untuk mewujudkan graduasi mandiri KPM PKH, tidak hanya
menunggu namun juga pro aktif.
Sementara itu, salah satu KPM
graduasi mandiri, Ipung Wiryanti (42), mengungkapkan sudah bertekad bulat tidak
lagi menerima bantuan PKH mulai tahun 2019. Sejak tahun 2015, ibu tiga anak itu
tercatat sebagai KPM dan menerima bantuan senilai Rp 1.500.000 setiap tiga bulan.
Bantuan tersebut sebagian ia gunakan
untuk membantu biaya dua anaknya, dan sebagian lagi untuk menambah modal
berjualan sembako dan baju secara online. Selain itu, ia juga menjadi sales
sebuah minuman fermentasi.
Usaha dan kerja Ipung tersebut tidak
lain untuk membantu sang suami, Susanto (43), yang hanya sebagai tukang servis
kamera. Terlebih mereka juga harus menanggung biaya pengobatan anak bungsunya
yang menderita penyakit hydrosephalus.
"Saya ingin maju, saya putuskan
untuk mundur dari PKH, masak bergantung terus sama bantuan pemerintah.
Bersyukur dua anak saya sudah lulus sekolah, dan sudah bekerja,"
ungkapnya.(Kb.M2)
Tidak ada komentar: