MUNGKID, KABARMAGELANG.com__Mantan
Anggota DPRD Kota Magelang menilai Pemkot kurang sopan jika meminta perluasan
wilayah ke Pemda Magelang. Saat ini Pemerintah Kabupaten Magelang kembali
melakukan penegasan terkait konflik perbatasan dengan Kota Magelang. Pemkab berpegangan pada berita acara pada
2016, yang dibuat serta ditandantangai
kedua belah pihak dan difailitasi Gubernur Jawa Tengah. Sementara Pemkot Magelang beranggapan proses tersebut
belum kuat karena pihak pemkot saat itu masih dijabat pelaksana tugas Walikota Rudy
Apriantono.
Mantan
anggota DPRD Kota Magelang Edy Sutrisno mengkritik sikap Pemkot Magelang ini
karena dinilai kurang bijak dan kurang sopan. Tindakan pemkot ini dinilai
justru menimbulkan sikap kurang simpatik di mata warga Kabupaten Magelang.
"Sejak
awal Pemkot Magelang tidak tepat dalam mengambil kebijakan. Mereka seharusnya
melobi pemkab dan warganya dengan sopan. Saya lihat warga kabupaten di
perbatasan pemkot juga tidak setuju gabung kota," kata Edy Sutrisno saat
di temui di Kafe Benoa miliknya, Pakelan,
Mertoyudan, baru- baru ini.
Edy
menilai kesepakatan perluasan wilayah antara DPRD Kabupaten Magelang dan DPRD
Kota Magelang tahun 1987 sudah tidak berlaku lagi. "Sudah kadaluarsa,"
tegasnya.
Kesepatan
tahun 1987 ini dihasilkan oleh DPRD Kota dan Kabupaten Magelang produk orde
baru (orba) yang tidak dipilih langsung oleh rakyat dalam pemilu demokratis. “Saat
itu belum ada reformasi dan otonomi daerah,” jelas Edy.
Dia
menjelaskan selama 29 tahun hasil kesepakatan kedua DPRD tersebut juga tidak
pernah ditindaklanjuti. Bahkan Pemkot Magelang pada tahun 2005 lebih memilih
memecah wilayah dari 2 kecamatan menjadi 3 kecamatan untuk memenuhi ketentuan
batas minimal jumlah kecamatan.
“Artinya
pemkot saat itu sudah tidak lagi meminta penambahan wilayah,” ujarnya.
Edy
menambahkan jika Pemkot Magelang ngotot
meminta 13 desa ke Kabupaten Magelang maka harus memulai proses pembicaraan
dari awal dengan sikap hormat dan tidak terkesan memaksakan kehendak.
"Namanya
orang mau minta ya harus sopan dan baik-baik," ucap Edy.
"Penyelesaian
ini sudah diserahkan kepada Mendagri," tandas Asisten Administrasi Umum Pemkab Magelang,
Endra Wacana membacakan sambutan bupati Magelang dalam rapat paripurna
penetapan pertanggung jawaban pelaksanaan APBD 2015 di Gedung DPRD, Jumat
(26/8).
Dalam
berita acara tersebut ada empat
alternatif yang telah disepakati bersama. Pemkab Magelang memilih alternatif
ketiga yakni permohonan penambanhan pelurusan garis batas.
"Namun
informasi yang kami terima, dari Pemkot tidak memilih satupun dari empat
alternatif tersebut, dan malah
mengusulkan perluasan wilayah," ungkap Endra.
Pada 11
Agustus lalu, katanya, pemprov Jawa Tengah kembali menemukan kedua belah pihak.
Pada kesempatan itu, Pemkab Magelang tetap konsisten memilih alternatif ketiga.
Dan dalam pertemuan itu, Direktur Toponomi dan batas daerah Ditjen Bina
Administrasi Kewilayah Kemendagri mengatakan bahwa persoalan ini, adalah garis
batas bukan perluasan wilayah.
"Keputusan
kita tetap sesuai sebelumnya. Dan saat ini, keputusan sepenuhnya menjadi
wewenang pemerintah pusat," papar dia.
Berbeda
dengan Sekretaris Daerah (Sekda) Kota
Magelang, Sugiharto yang mengatakan secara prinsip akan memedomani keputusan
DPRD Kabupaten Magelang dan DPRD Kota Magelang tahun 1987. Dimana, sudah
disepakati bahwa ada 13 desa di Kabupaten Magelang yang diterima ke Kota
Magelang. Meski ada berapa desa yagn tidak sepenuhnya seperti Desa Mertoyudan,
Bulurejo dan Banyurojo.
Menurutnya,
keputusan itu sampai sekarang belum dicabut. Sementara MOU antara Pemkab dan
Pemkot pada tahun 2007 sudah tidak berlaku lagi.
"Sesuai
pasal 5, MOU tersebut berakhir pada tanggal 31 Desember 2007," kata
Sugiharto.(zis)
Tidak ada komentar: