KALIANGKRIK, KABARMAGELANG.com__ Keluarga pimpinan gembong teroris Poso yang tinggal
di Desa Adipuro, Kecamatan Kaliangkrik mengaku ikhlas terhadap meninggalnya
Santoso yang tewas setelah adu tembak dengan Satuan tugas Operasi Tinombala di
Poso, Sulawesi Tengah Senin (18/7) kemarin.
Ahmad Basri (43)
saudara sepupu Santoso, warga Desa Adipuro, Kecamatan Kaliangkrik, mengatakan dirinya tidak mengetahui persis kabar baku
tembak tersebut. Ia baru tahu ketika media menemui di rumahnya. Namun dia
mengaku ikhlas jika memang benar yang meninggal dunia itu adalah Santoso. "Saya
sendiri belum tahu benar tidaknya Santoso ketembak. Tapi saya ikhlas saja, jika dia meninggal karena tertembak.
Saya sendiri juga jarang berurusan dengannya," ujarnya saat di temui di
rumahnya Selasa (19/7).
Dia
mengungkapkan bahwa, Santoso adalah putra dari Irsan (almarhum) dan
Rumiyah. Orang tua dari Basri merupakan saudara kandung dari salah satu orang
tua Santoso. Namun demikian dia mengaku
jarang komunikasi dan bertemu dengan Santoso.
"Terakhir
ketemu, saat ia pulang ke sini pada tahun 1998. Setelah itu tidak pernah
bertemu lagi sampai sekarang," kata Basri.
Orang tua
Santoso, merupakan warga asli Kaliangkrik. Mereka memutuskan transmigrasi ke
Palu, Sulawesi pada 1970 silam. Dan saat itu tengah mengandung kakak
perempuan Santoso. “Jadi Santoso tidak lahir di sini. Dia asli lahir di
Sulawesi,” ungkapnya.
Dia menambahkan
saat Santoso pulang tahun 1988 silam, dengan tujuan menjual tanah warisan yang
ditinggal orang tuanya, yakni lahan dengan ukuran 9x6 meter dan laku dijual seharga Rp 1,5 juta. Uang
itu digunakan untuk biaya transportasi Santoso Rp 500 ribu.
"Yang Rp 1
juta sisanya dikirim selang beberapa waktu. Saya sendiri yang kirim waktu
itu. Santoso pulang ke Sulawesi, sementara ayahnya pulang ke Sumatra di tempat
anak perempuannya," terang Basri.
Basri mengenang
bahwa saat bertemu dengan Santoso, tidak ada hal yang aneh. Waktu itu, Santoso
juga sempat mengalami masa-masa nakal seperti umumnya anak muda. Sekembalinya ke Sulawesi, Basri mengaku sudah tidak ada lagi
komunikasi dengan Santoso. “Yang saya tahu Santoso sudah beristri dan memiliki anak putri,” ucapnya.
Dia juga
mengaku kaget karena beberapa bulan belakangan, aparat Kepolisian sering datang
menemui serta selalu menanyakan perihal kehidupan Santoso waktu kecil. Basri
juga meyakikini atas meninggalnya Santoso bisa dipastikan tidak dimakamkan di
Kaliangkri, melankan di keluarga lainya.
Seperti yang di
tegaskan oleh Kepala Dades Adipuro, Waluyo, yang mengatakan tidak ada persiapan
khusus terkait kematian gembongh teroris Poso tersebut. Waluyo menegaskan,
kemungkinan jenazah tidak akan dikebumikan di Desa Kaliangkrik. Mengingat,
masih ada anggota keluarga lainya, yang tinggal di luar desa
Adipuro.
"Kemungkinan
jenazah tidak dimakamke di desa sini,masih ada keluarga yang lain. Lagi pula tidak ada hubungannya
langsung, meskipun dulu orang tuanya berasal dari Kaliangkrik," tegas
Waluyo.
Seperti diketahui, pada Senin (18/7) sore terjadi kontak
senjata antara tim satgas dan kelompok jaringan teroris Santoso. Kejadian itu
menewaskan dua orang dari kelompok tersebut. Satu diantaranya adalah Santoso.
(zis)
Tidak ada komentar: