Kasubdit Upal
Direktorat Tipideksus Bareskrim Mabes Polri Kombes Wisnu Hermawan mengatakan
untuk menekan peredaran uang palsu maka hukuman terhadap para pengedar harus
ditingkatkan. "Kami minta kejaksaan dan pengadilan untuk meningkatkan
sanksi berat terhadap pengedar upal,"tegasnya.
“Peningkatan sanksi pidana ini diharapkan bisa
memberikan efek jera kepada pelaku pengedar upal. Seperti yang sudah terjadi di
Jember yang pengedarnya dituntut 18 tahun penjara, “ungkap Wisnu.
Kepala Divisi
Pengelolaan Data dan Penanggulangan Pemalsuan Uang Departemen Pengelolaan Uang
Kantor Pusat Bank Indonesia (BI) Hasiholan Siahaan menyebutkan bahwa peredaran
uang palsu (upal) dari tahun ke tahun selalu meningkat dan semakin canggih.
“Tahun 2014 kalau
di rata-rata ada per Rp. 1 juta terdapat
sembilan lembar uang palsu, sedang tahun 2015 meningkat menjadi 17 lembar upal dalam
Rp 1 juta, “terangnya saat memeriksa
upal di Mapolres Magelang (4/12).
“Namun untuk
tahun 2015 ini Bank Indonesia belum bisa merinci secara pasti jumlah upal yang
di tangani. Pokoknya uang palsu sangat merugikan masyarakat, “jelas Hasibolan
saat di desak wartawan berapa jumlah upal yg ditanganinya saat ini.
Dia menambahkan
untuk wilayah dengan peredaran upal
terbanyak yakni DKI Jakarta, di susul Jawa Barat, Jawa Timur, kemudian Jawa
Tengah, Bali dan lainnya. “Untuk mengurangi resiko, kami sarankan kepada
masyarakat agar mengurangi transaksi tunai dan beralih dengan transfer antar bank,
“pungkasnya.
Diketahu sebelumnya, ratusan juta uang palsu (upal) pesanan dari
tim pemenangan pilkada di Kalimantan berhasil di sita oleh jajaran petugas
Polres Magelang dari dua orang pengedar asal Tamanggung Jawa Tengah. Dua orang
yang sudah lanjut usia tersebut beserta barang bukti upal sejumlah Rp.450 juta
kini diamankan di Mapolres Magelang, sementara tiga orang pengedar lainya
masih buron. (zis)
Tidak ada komentar: