Akhir-akhir ini peristiwa besar
menimpa dunia, mulai bencana asap hingga teror bom di Paris Prancis. Dunia ini
sudah dalam kondisi kritis sesama manusia saling mencurigai dan saling
membenci. Peradaban dunia mencapai titik kritis, babak baru perang dunia sudah
dimulai. Bukan lagi sekutu melawan negara-negara lemah, tapi antar sekte dan
kelompok radikal melawan orang yang beda keyanikan dan pandangan.
Melalui kegiatan Suran Tegalrejo VII
Jamasan Alam, yang diselenggarakan di Kompleks Pondok Pesantren API
Tegalrejo, mengobarkan seruan damai
untuk situasi dunia yang sedang kritis ini. Tahun ini Suran Tegalrejo
penyelenggaraannya sudah pada tahun ketujuh,
konsisten menjadikan ruang dan waktu penyelenggaraan sebagai wadah
silaturahmi antara seniman, budayawan, santri dan kyai. Mereka berbaur dengan
masyarakat, untuk menebarkan kedamaian melalui pagelaran acara seni budaya.
KH Yusuf Chudlori penggagas acara Suran Tegalrejo yang
juga pengasuh Pondok Pesantren Asrama Perguruan Islam (API) Tegalrejo Magelang,
mengatakan situasi saat ini harus ditanggapi secara dingin. Mereka yang seringkali
melakukan teror bukanlah bagian dari Islam, agama Islam itu Rahmatan lil
Alamin, rahmat bagi dunia tak hanya manusia tapi seluruh isi dunia ini.
‘’Suran Tegalrejo ini bagian dari simbol bawa Islam itu
Rahmatan lil Alamin, pesantren dan para kyai merangkul semua kelompok
masyarakat mengkampanyekan hidup penuh kedamaian. Menjauhkan dari hal-hal yang
berbau kekerasan dan kebencian,’’ujar ketua DPW Jawa Tengah tersebut.
"Hentikan kekerasan atas nama apapun" Gus Yusuf menyampaikan pesan dan seruan tersebut bersama dengan Romo Kirjito, Sutanto Mendut, Sukirman Wakil Fraksi PKB Jateng, Marwoto Kewer, Drs Susilo atau lebih dikenal dengan Den Baguse Ngarso. berserta seniman yang tergabung dalam komunitas lima gunung
Dikatakannya, Suran Tegalrejo kali ini mengangkat tema
‘’Nikmat apalagi yang engkau dustakan’’ , sungguh manusia itu diberikan
kenikmatan apa yang dimakan, diminum, dihirup itu pemberian dari Tuhan.
Mendustakan bukan lagi tak bersyukur tapi lebih dari itu justru mebenci nikmat yang diberikan Tuhan.
‘’Suran Tegalrejo
sebagai refeksi mengingatkan manusia akan nikmat yang diberikan Tuhan.
Ketika diberi nikmat sehat dan rasa cinta itu harus disyukuri digunakan untuk
hal-hal yang positif, bukan membenci dan menbarkan teror,’’katanya.
Acara ini menurutnya, membangun kesadaran masyarakat bisa
menemukan fitrohnya untuk saling mengenal dan saling menyanyangi. Bukan seperti
yang terjadi sekarang masyarakat sudah bergeser dari komunal menjadi individual
dan sebagian diantara mereka bahkan membenci.
Tidak ada komentar: